Pendidikan Holistik Berbasis Karakter

Mayoritas program pendidikan di seluruh dunia saat ini menitikberatkan perhatiannya kepada pengembangan aspek kognitif.  Pendidikan holistik adalah pendidikan untuk membentuk anak menjadi manusia yang utuh (holistik) melalui pengembangan tidak hanya aspek kognitif tetapi juga aspek fisik, emosi, sosial, dan spiritual.  Pendidikan holistik juga mengacu kepada lingkungan di mana anak tinggal.  Hal ini berarti bahwa pada pendidikan holistik, anak juga belajar untuk dapat berinteraksi dengan teman dan lingkungannya, selain dengan keluarganya.

Karakter dapat diartikan sebagai akhlak atau kebiasaan baik.  Pembentukan karakter anak ditentukan oleh faktor alami atau fitrah (nature) serta sosialisasi dan pendidikan (nurture).  Setiap anak dilahirkan dengan fitrah kebaikan, namun fitrah ini sulit terwujud tanpa sosialisasi dan pendidikan.  Pendidikan karakter adalah rangkaian upaya untuk membentuk kebiasaan baik atau akhlak mulia.

Berdasarkan pemikiran diatas, Departemen Illmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor bekerja sama dengan Indonesia Singapore Friendship Association (ISFA) menyelenggarakan pendidikan holistik dan karakter untuk anak usia dini yang dikenal dengan sebutan IEL (IPB-ISFA Early Child Education and Development Lab School) yang berlokasi di jantung Kota Bogor dan mudah diakses dari jalan tol Jagorawi dan berbagai area di sekitar Bogor.

Irformasi kurikulum dan fasilitas yang tersedia dapat diketahui lebih lanjut di situs resmi IEL.

IMPLIKASI ASSESSMENT DAN DIAGNOSIS PADA ANAK PENDERITA GANGGUAN PENDENGARAN TERHADAP TREATMENT DAN PENDIDIKANNYA

oleh :

MELLY LATIFAH
(April, 2010)

Department of Family and Consumer Sciences
Faculty of Human Ecology
Bogor Agriculture University

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, belum pernah dilakukan survei nasional untuk mencacah penderita gangguan pendengaran, sehingga secara statistik, jumlah anak penderita gangguan pendengaran di Indonesia tidak diketahui dengan pasti. Padahal, di Inggris, pendataan ini sudah dilakukan sejak lama. Sebagai contoh, data dari Departemen Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Inggris tahun 1968, dapat diketahui bahwa jumlah penderita gangguan pendengaran di Inggris diperkirakan 16,68 per sepuluh ribu orang. Jumlah tersebut hanya mencakup siswa-siswa tuli, penderita gangguan pendengaran sebagian dan siswa-siswa yang memakai alat bantu dengar di sekolah-sekolah khusus dan sekolah-sekolah umum (Mittler, 1974). Departemen Pendidikan Amerika Serikat melaporkan bahwa pada tahun 1987-1988, jumlah siswa penderita gangguan pendengaran sebanyak 0,12 %. Jumlah tersebut meliputi siswa-siswa tuli dan siswa-siswa yang mengalami kesulitan mendengar dari populasi siswa yang berumur 6-17 tahun (Hallahan dan Kauffman, 1991). Prevalensi penderita gangguan pendengaran di Indonesia diduga lebih besar dari prevalensi di Inggris dan Amerika Serikat saat ini, mengingat taraf hidup masyarakat Indonesia yang lebih rendah jika dibandingkan kedua negara tersebut.

Gangguan pendengaran merupakan hambatan besar bagi perkembangan bahasa seorang anak. Padahal, peran bahasa sangatlah penting, khususnya untuk aktivitas yang berkaitan dengan pendidikan di sekolah. Para pendidik pun yakin bahwa perkembangan sosial dan intelektual anak berkaitan erat dengan masalah-masalah gangguan pendengaran yang dideritanya, yang menyebabkan kurangnya kemampuan anak dalam berbahasa (Hallahan dan Kauffman, 1991).

Mengingat pentingnya perkembangan bahasa bagi perkembangan anak- khususnya perkembangan sosial dan intelektual - dan mengingat pentingnya potensi sumberdaya manusia - penderita gangguan pendengaran sekalipun – bagi pembangunan, maka assessment dini anak-anak untuk menentukan keadaan pendengarannya sejak usia dini perlu dipertimbangkan untuk dilakukan di Indonesia. Sebagai langkah awal, assessment ini dapat dilakukan di Posyandu-posyandu, Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Dengan demikian, dapat diketahui jumlah anak penderita gangguan pendengaran sejak dini sehingga pemerintah dapat segera melakukan antisipasi bagi pendidikan mereka guna mengembangkan potensi yang mereka miliki sedini mungkin.

Tulisan ini akan membahas tentang bagaimana melakukan assessment dan diagnosis pada anak-anak penderita gangguan pendengaran serta bagaimana implikasinya terhadap treatment dan pendidikan mereka. Tulisan ini terdiri dari lima bagian. Bagian pertama akan membahas tentang pendefinisian dan pengklasifikasian yang umum digunakan untuk gangguan pendengaran; bagian kedua akan menjelaskan anatomi dan fisiologi telinga; bagian ketiga akan membahas tentang assessment dan diagnosis pada anak-anak penderita gangguan pendengaran; dan bagian keempat akan membahas treatment dan pendidikan bagi anak-anak penderita gangguan pendengaran; dan bagian kelima merupakan kesimpulan dan saran.

Tujuan Penulisan

Entri Populer